Sabtu, 23 Oktober 2010

Aktivitas Gunung Merapi Tak Lazim



MAGELANG, KOMPAS.com - Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo mengatakan, perkembangan aktivitas vulkanik Gunung Merapi saat ini tidak lazim. Tanda-tanda menuju letusan tidak seperti masa menjelang puncak erupsi beberapa tahun terakhir.

"Perubahan aktivitasnya sangat cepat menuju puncak kritis," kata Subandriyo usai mengikuti rapat koordinasi penanggulangan bencana Gunung Merapi di perbatasan antara Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu, di Magelang, Jumat (22/10/2010).

Tanda-tanda erupsi kali ini berbeda dengan letusan tahun 2006. Masa erupsi Merapi yang terakhir pada pertengahan 2006 antara lain ditandai dengan semburan awan panas, luncuran lava pijar, dan hujan abu secara intensif.

Subandriyo menyatakan, kondisi Merapi saat ini semakin kritis antara lain ditandai dengan peningkatan secara mencolok aktivitas vulkanik gunung setinggi sekitar 2.965 meter dari permukaan air laut itu. Frekuensi gempa vulkanik Merapi saat ini hingga 50 kali per hari, sedangkan gempa multiphase 479 kali. "Baik secara deformasi maupun seismik peningkatan aktivitasnya sangat tajam," katanya.
Perkembangan aktivitas Merapi itu tanpa disertai dengan gejala yang terlihat di permukaan. Namun, menurut dia, perkembangan itu mirip dengan sejumlah tanda menjelang erupsi Merapi pada 1997. Ia mengatakan, pusat energi gempa vulkanik Merapi saat ini di kedalaman antara satu hingga tiga kilometer dari puncak Merapi. Adanya perubahan menuju pembentukan kubah lava baru sebagai akibat gerakan magma dari dalam gunung yang mendekati puncak Merapi.

Gerakan magma itu, katanya, diperkirakan mengelompok di bagian timur laut dan barat daya dari puncak Merapi. Tapi, hingga saat ini, katanya, belum bisa dipastikan arah longsoran material vulkanik dari puncak Merapi. Karenanya, perlu respons secara serius berbagai pihak antara lain masyarakat dan pemerintah daerah yang memiliki wilayah Gunung Merapi yakni Kabupaten Magelang, Klaten, Boyolali (Jateng) dan Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta).

"Karena ada kemungkinan erupsi tidak lazim atau di luar letusan Merapi yang normal seperti beberapa tahun terakhir," katanya.

BPPTK sejak Kamis (21/10/2010) pukul 18.00 WIB menaikkan status aktivitas vulkanik Gunung Merapi dari waspada menjadi siaga. Status gunung berapi ditandai dengan aktif normal, waspada, siaga, dan awas.

Siapa Bilang Perempuan Lemah Matematika?

Sabtu, 23 Oktober 2010 | 12:36 WIB
shutt
JAKARTA, KOMPAS.com — Siapa yang masih menganggap perempuan lemah dalam matematika? Jika masih ada yang beranggapan demikian, mungkin seperti ungkapan gaul anak-anak muda masa kini "ke laut aje lo..."
Head of Student and Alumni Afairs Sampoerna School of Education (SSE) Sulandjari Rahardjo mengatakan, anggapan perempuan lemah dalam matematika sebenarnya tidak relevan lagi dengan kapabilitas perempuan sendiri. Anggapan ini kan, ungkapnya, muncul karena kesempatan yang terbatas bagi anak perempuan untuk belajar matematika.
"Kemampuan itu sama. Hanya karena anggapan itu sudah lama ada di masyarakat, perempuan tidak diberi kesempatan. Ada anggapan perempuan itu enggak kuat dalam angka. Sebenarnya kalau diberi kesempatan yang sama, bisa juga kuat," ungkapnya, Sabtu (23/10/2010).
Stereotiping ini kemudian membuat anak-anak perempuan yang berniat melanjutkan sekolah di bidang-bidang eksakta, khususnya matematika, harus mengeluarkan tenaga lebih untuk menjelaskannya kepada orangtua. Untungnya, lanjut Sulandjari, makin banyak perempuan yang menguasai bidang-bidang eksakta.
Makin banyak pula perempuan yang menjadi guru-guru matematika membuat anak-anak perempuan juga termotivasi. Di jurusan Matematika STKIP Kebangkitan Nasional, Sulandjari mengatakan, jumlah calon guru matematika berimbang antara laki-laki dan perempuan.
"Oleh karena itu, perlu memperbaiki pola asuh di rumah dan budaya yang dianut. Kita harus pelan-pelan lihat, itu enggak bener," tambahnya.
Padahal, perempuan juga sangat dekat dengan matematika karena matematika memang hadir dalam kehidupan sehari-hari. Sulandjari mengatakan, transaksi belanja dan bikin kue juga menggunakan prinsip matematika.

Kenikir Mencegah Kanker


image BIASANYA daun kenikir atau nama latinnya cosmos caudatus dikenal sebagai pelengkap pada sajian pecel. Tidak ada ruginya memakan daun pahit yang biasa tumbuh di dataran rendah ini. Perdu hijau dengan ciri daun bergerombol ini beraroma wangi dan memiliki rasa sedikit getir.
Tanaman kenikir memiliki bunga berwarna merah, jingga, atau kuning yang sering dijumpai sebagai pengganti pagar tanaman. Siapa sangka pagar tanaman yang satu ini memiliki manfaat tak terduga.
Herbal ini berkhasiat sebagai obat lemah lambung, penguat tulang dan penambah nafsu makan. Daun kenikir mengandung 3 persen protein, 0,4 persen lemak dan karbohidrat serta kaya dengan kalsium dan vitamin A.
Tanaman ini juga mengandung saponin, flavonoida polifenol dan minyak atsiri. Minyak atsiri diketahui sebagai bahan dasar dari minyak wangi yang mempunyai aroma khas dan mudah menguap.
Manfaat lain kenikir yakni mengandung zat antioksidan untuk menangkal radikal bebas. Radikal bebas dipercaya memicu banyak penyakit karena faktor lingkungan, seperti kanker dan jantung. Pada kenikir, kandungan flavonoidnya merupakan zat antioksidan paling efektif menangkal zat jahat tersebut. Karena hal ini, kenikir disebut sebagai agen kemopreventif.
Kerabat kenikir yang lain, atau dalam bahasa latin disebut tagetes erecta memiliki manfaat yang sama. Bunga kenikir yang ditumbuk, lalu ditambah dengan cuka dapat digunakan sebagai tapal. Dengan penggunaan yang rutin, tapal dapat dijadikan obat gondongan juga pembengkakan pada payudara.
Jenis kenikir yang satu ini di Jawa biasa disebut tahi kotok. Selain berkhasiat sebagai obat, bunganya dapat digunakan sebagai pengusir serangga dengan aromanya yang khas dan menyengat.
(berbagai sumber/fitri/CN16)